Selain mengacu pada nilai-nilai buaya luhur, Penidikan Nasional juga harus berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sesuai sila pertama Pancasila. Manusia
yang tercipta dari ruh, jasad, akal dan hati memiliki sikap untuk
memilih di antara dua jalan, yakni kebaikan dan keburukan.
Namun, sifat dan sikap kebaikan tidak serta merta terlahir secara otomatis tanpa proses pembelajaran.
Untuk itu pendidikan agama ,berperan
menjadi jalan untuk memenuhi nilai-nilai kebangsaan agar peserta didik
memiliki bekal rohani, pemahaman tentang adab dan akhlak.
Agama merupakan identitas keyakinan dan perwujudan kewajiban seseorang terhadap keberadaan Tuhan.
Agama juga berarti jalan hidup (way of life) yang mengantarkan manusia kepada jalan yang benar atau tidak menyimpang.
Seseorang yang percaya kepada Tuhan, tentu tidak merasa sendirian, tapi selalu meyakini bahwa ada yang memberi perlindungan.
Begitu juga dengan pendidikan agama yang
diterapkan dalam kehidupan yang memiliki banyak manfaat, tidak hanya
dunia tapi juga akhirat.
Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki tanggung jawab tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga kepada orang lain.
Dalam hubungan vertikal (ketuhanan) manusia dibatasi oleh aturan dan ketentuan Tuhan sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.
Namun di samping interaksinya dengan
Tuhan, manusia dalam hubungannya di lingkungan masyarakat atau negara
juga dibatasi oleh peraturan (hukum) yang berlaku.
Hal ini ditujukan untuk menjaga perilaku manusia dari tindakan semena-mena.
Untuk meminimalisasi perilaku tersebut, diperlukan peran pendidikan untuk menstimulus pola pikir dan sikap manusia.
Untuk meminimalisasi perilaku tersebut, diperlukan peran pendidikan untuk menstimulus pola pikir dan sikap manusia.
Pendidikan agama yang sudah diterapkan
selama ini di sekolah-sekolah umum merupakan solusi diantara ketimpangan
perilaku dan sikap.
Namun pendidikan formal agama saja tidak cukup.
Karena Agama, bukanlah teori-teori atau
aturan yang terurai secara tekstual, tapi agama harus diaplikasikan oleh
individu-individu baik dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Agama juga harus diikuti dengan
keteladanan. Seorang guru yang mengajarkan muridnya untuk taat
beribadah, sejatinya diawali dengan contoh dari guru tersebut.
Sebagai manusia yang beragama, kewajiban untuk menjalankan syariat adalah hal yang mutlak.
Karena selain memenuhi perintah Tuhan,
ibadah juga berfungsi untuk memberikan ketenangan batin seperti yang
tercantum dalam surat Ar-Rad ayat 28 yaitu ’’Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tentram”.
Dalam hubungannya dengan Tuhan (hamblum minallah) manusia memerlukan ketenangan dalam menjalankan ibadah spiritual.
Karenanya ibadah yang menjadi kebutuhan
asasi manusia juga harus difasilitasi oleh Negara seperti adanya tempat
ibadah yang layak.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang
menjunjung tinggi nilai moral dan akhlak seharusnya memberikan kemudahan
bagi para siswa dan guru untuk menjalankan kewajibannya dalam beragama.
Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim memiliki kewajiban rutin salah satunya menjalankan ibadah Sholat.
Untuk mengaplikasikan tuntutan agama
tersebut, selayaknya setiap sekolah mengakomodir dengan mendirikan
tempat ibadah seperti Masjid atau Musholla.
Masjid, selain berkedudukan sebagai tempat ibadah kaum muslim juga bisa dijadikan sebagai sentral kegiatan pendidikan keagamaan.
Masjid, selain berkedudukan sebagai tempat ibadah kaum muslim juga bisa dijadikan sebagai sentral kegiatan pendidikan keagamaan.
Kegiatan pesantren kilat, kajian
keagamaan setelah dzuhur (kultum), tahsin (belajar baca Al-Qur’an) dan
kegiatan mentoring siswa adalah beberapa contoh dari memanfaatkan masjid
sebagai basis kekuatan pendidikan spiritual.
Adanya Masjid atau Musholla maka aktualisasi pendidikan keagamaan semakin mudah.
Sejatinya Masjid sekolah tidak hanya berfungsi sebagai sarana ibadah.
Sejatinya Masjid sekolah tidak hanya berfungsi sebagai sarana ibadah.
Masjid juga bisa memiliki peran ’pejaga
dan pembina’ moral siswa. Di Masjid sekolah, bisa dikembangkan berbagai
kegiatan peningkatan wawasan keagamaan siswa.
Masjid juga bisa menjadi ajang sosialisasi antar peserta didik. Mereka bisa dilibatkan dalam kepengurusan Masjid.
Sehingga tidak hanya aspek spiritual yang dibangun tetapi sisi organisasi dan kepemimpinan diasah. (*) http://www.radar-bekasi.com/?p=24065
0 komentar:
Posting Komentar