PENDIDIKAN IBADAH

PENDIDIKAN IBADAH

Kamis, 24 Oktober 2013

FULL DAY SCHOOL ALA SD MUHAMMADIYAH SIMPANG 4

Add caption
Full day school berasal dari bahasa Inggris, yaitu full berarti penuh, day berarti hari, dan school berarti sekolah. Jadi full day school adalah sekolah sepanjang hari atau proses belajar mengajar yag dilaksanakan dari pagi hingga sore hari mulai pukul 06.30-15.30 WIB.


Full day school merupakan program yang seluruh aktivitas di sekolah (sekolah sepanjang hari) dengan ciri integrated activity dan integrated curriculum. Sekolah plus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pembinaan generasi sholih dan sholihah. Para pendidik akan tampil sebagai uswatun hasanah yang mendampingi anak-anak mencapai perkembangan optimalnya.
Dengan semakin berkembangnya kehidupan dan radiasi globalisasi, pendidikan saat ini mulai beramai-ramai meningkatkan kualitas sumber daya siswanya dengan berbagai cara yang dilakukannya. Hal ini berangkat dari banyaknya tuntutan masyarakat dan lingkungan yang mengharapkan adanya output pendidikan yang memiliki pengetahuan yang mampu dan skill yang bisa di aktualisasikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Tujuan Full Day School
Menyekolahkan anak di sekolah yang menerapkan program full day school kini telah menjadi tren. Walau biayanya sangat mahal, full day school tetap menjadi pilihan dari pada sekolah biasa, karena berbagai fasilitas menarik yang ditawarkan.
Beberapa tujuan full day school adalah membuat anak sibuk belajar di sekolah sehingga mereka tidak bermain dan keluyuran di luar rumah sepulang dari sekolah. Menurut bapak Heri Sucipto, ada beberapa tujuan yang mendasari lahirnya full day school, di antaranya adalah:
1) Meminimalkan pengaruh dari luar terhadap anak sekolah. Program full day school diharapkan dapat mensinyalir banyak masalah yang serius pada anak-anak karena terpengaruh dari lingkungan di luar sekolah dan rumah. Dan kebanyakan lingkungan luar tersebut membawa pengaruh yang negatif pada anak-anak. Untuk itu, full day school diharapkan dapat meminimalkan pengaruh negatif pada anak.
2) Dengan adanya sistem full day school menjadi upaya untuk meningkatkan efisiensi waktu. Biasanya anak-anak sekolah sampai siang untuk medapatkan pendidikan formal, kemudian pada sore harinya mereka pergi ke masjid atau sekolah diniyah untuk medapatkan pelajaran agama secara khusus. Disinilah letak efisiensi waktu, jadi siswa dalam sehari mendapatkan pelajaran formal maupun agama. Dengan demikian, orang tua tidak perlu mengantar anak-anak ke TPA lagi karena pelajarannya sudah diberikan di sekolah.
Sistem full day school dapat meringankan tugas orang tua. Karena kebutuhan orang tua yang sekarang ini rata-rata mempunyai kesibukan kerja baik di kantor maupun di rumah masing-masing, dengan menyekolahkan anaknya di sekolah yang menerapkan sistem full day school, anak-anak seharian di sekolah untuk belajar, sehingga para orang tua tidak lagi direpotkan dengan urusan mengasuh anak, mengawasi, dan sebagainya.

Kamis, 17 Oktober 2013

KARAKTERISTIK ANAK SD

Add caption

Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD yang berkisar antara 6 – 12 tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis perkembangan :


1. Perkembangan Fisik
Hal tersebut mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan tulang. Pada usia 10 tahun baik lai-laki maupun perempuan tinggi dan berat badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 -13 tahun anak perempuan berkembang lebig cepat dari pada laki-laki, Sumantri dkk (2005).

2. Perkembangan Kognitif
Hal tersebut mencakup perubahan – perubahan dalam perkembangan pola fikir.Perkembangan kognitif seperti dijelaskan oleh Jean Piaget dapat dijelaskan berdasarkan tiga pendekatan perkembangan yaitu :
a. Tahapan Pra Oprasional
b. Tahapan Oprasional Konkrit
c. Tahapan Oprasional Formal

3. Perkembangan Psikososial
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosi individu. Seperti dijelaskan oleh Robert J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial. Sejalan dengan R. J. Havighurst di atas, Syaodih (2007) menjelaskan tahapan perkembangan anak jika dipandang dari aspek psikis, moral dan sosial adalah :
Ketiga jenis perkembangan tersebut berjalan tergantung dari perkembangan masing masing jenis seperti tersebut di atas yang berbeda. Hal tersebut tergantung dari variabel stimulan yang mendorong. Apabila rangsangan fisik yang sering diberikan maka faktor fisik anak yang berkembangan demikian juga halnya dengan faktor kognitif dan psikososial.

Kamis, 10 Oktober 2013

Pendidikan Agama Bukan Formalitas, Sarana Ibadah Wajib ada di Sekolah

Selain mengacu pada nilai-nilai buaya luhur, Penidikan Nasional juga harus berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sesuai sila pertama Pancasila. Manusia yang tercipta dari ruh, jasad, akal dan hati memiliki sikap untuk memilih di antara dua jalan, yakni kebaikan dan keburukan.
Namun, sifat dan sikap kebaikan tidak serta merta terlahir secara otomatis tanpa proses pembelajaran.
Untuk itu  pendidikan agama ,berperan menjadi jalan untuk memenuhi nilai-nilai kebangsaan agar peserta didik memiliki bekal rohani, pemahaman tentang adab dan akhlak.
Agama merupakan identitas keyakinan dan perwujudan kewajiban seseorang terhadap keberadaan Tuhan.
Agama juga berarti jalan hidup (way of life) yang mengantarkan manusia kepada  jalan yang benar atau tidak menyimpang.
Seseorang yang percaya kepada Tuhan, tentu tidak merasa sendirian, tapi selalu meyakini bahwa ada yang memberi perlindungan.
Begitu juga dengan pendidikan agama yang diterapkan dalam kehidupan yang memiliki banyak manfaat, tidak hanya dunia tapi juga akhirat.
Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki tanggung jawab tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga kepada orang lain.
Dalam hubungan vertikal (ketuhanan) manusia dibatasi oleh aturan dan ketentuan Tuhan sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.
Namun di samping interaksinya dengan Tuhan, manusia dalam hubungannya di lingkungan masyarakat atau negara juga dibatasi oleh peraturan (hukum) yang berlaku.
Hal ini ditujukan untuk menjaga perilaku manusia dari tindakan semena-mena.
Untuk meminimalisasi perilaku tersebut, diperlukan peran pendidikan untuk menstimulus pola pikir dan sikap manusia.
Pendidikan agama yang sudah diterapkan selama ini di sekolah-sekolah umum merupakan solusi diantara ketimpangan perilaku dan sikap.
Namun pendidikan formal agama saja tidak cukup.
Karena Agama, bukanlah teori-teori atau aturan yang terurai secara tekstual, tapi agama harus diaplikasikan oleh individu-individu baik dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Agama juga harus diikuti dengan keteladanan. Seorang guru yang mengajarkan muridnya untuk taat beribadah, sejatinya diawali dengan contoh dari guru tersebut.
Sebagai manusia yang beragama, kewajiban untuk menjalankan syariat adalah hal yang mutlak.
Karena selain memenuhi perintah Tuhan, ibadah juga berfungsi untuk memberikan ketenangan batin seperti yang tercantum dalam surat Ar-Rad ayat 28 yaitu ’’Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram”.
Dalam hubungannya dengan Tuhan (hamblum minallah) manusia memerlukan ketenangan dalam menjalankan ibadah spiritual.
Karenanya ibadah yang menjadi kebutuhan asasi manusia juga harus difasilitasi oleh Negara seperti adanya tempat ibadah yang layak.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang menjunjung tinggi nilai moral dan akhlak seharusnya memberikan kemudahan bagi para siswa dan guru untuk menjalankan kewajibannya dalam beragama.
Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim memiliki kewajiban rutin salah satunya menjalankan ibadah Sholat.
Untuk mengaplikasikan tuntutan agama tersebut, selayaknya setiap sekolah mengakomodir dengan mendirikan tempat ibadah seperti Masjid atau Musholla.
Masjid, selain berkedudukan sebagai tempat ibadah kaum muslim juga bisa dijadikan sebagai sentral kegiatan pendidikan keagamaan.
Kegiatan pesantren kilat, kajian keagamaan setelah dzuhur (kultum), tahsin (belajar baca Al-Qur’an) dan kegiatan mentoring siswa adalah beberapa contoh dari memanfaatkan masjid sebagai basis kekuatan pendidikan spiritual.
Adanya Masjid atau Musholla maka aktualisasi pendidikan keagamaan semakin mudah.
Sejatinya Masjid  sekolah tidak hanya berfungsi sebagai sarana ibadah.
Masjid juga bisa memiliki peran ’pejaga dan pembina’ moral siswa. Di Masjid sekolah, bisa dikembangkan berbagai kegiatan peningkatan wawasan keagamaan siswa.
Masjid juga bisa menjadi ajang sosialisasi antar peserta didik. Mereka bisa dilibatkan dalam kepengurusan Masjid.
Sehingga tidak hanya aspek spiritual yang dibangun tetapi sisi organisasi dan kepemimpinan diasah. (*) http://www.radar-bekasi.com/?p=24065

Pendidikan Karakter

 

Pendidikan Karakter Sebagai Pondasi Kesuksesan Peradaban Bangsa.

 

Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kemdiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinannya. Tidak kecuali di pendidikan tinggi, pendidikan karakter pun mendapatkan perhatian yang cukup besar, kemarin (1/06) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengadakan Rembuk Nasioanal dengan  tema “ Membangun Karakter Bangsa dengan Berwawasan Kebangsaan”. Acara yang digelar di Balai Pertemuan UPI ini, dibidani oleh Pusat Kajian Nasional Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan UPI.

Selain Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof.dr.Fasli Jalal, Ph.D, hadir pula menjadi pembicara seperti Prof.Dr.Mahfud,MD,SH, SU. Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie, SH. Prof.Dr.Djohermansyah Djohan, M.A. Prof.Dr.H.Sunaryo Kartadinata,M.Pd. Prof.Dr.H.Dadan Wildan, M.Hum dan Drs. Yadi Ruyadi, M.si.

Wamendiknas dalam acara ini mengungkapkan arti penting pendidikan karakter bagi bangsa dan negara, beliau pun menjelaskan bahwa pendidikan karakter sangat erat dan dilatar belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.”

Dari bunyi pasal tersebut, Wamendiknas mengungkapkan bahwa telah terdapat 5 dari 8 potensi peserta didik yang implementasinya sangat lekat dengan tujuan pembentukan pendidikan karakter. Kelekatan inilah yang menjadi dasar hukum begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter.
Wamendiknas pun mengatakan bahwa, pada dasarnya pembentukan karakter itu dimulai dari fitrah yang diberikan Ilahi, yang kemudian membentuk jati diri dan prilaku. Dalam prosesnya sendiri fitrah Ilahi ini dangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memilki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan prilaku.

Oleh karena itu Wamendiknas mengatakan bahwasanya sekolah sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang sangat penting. Wamendiknas menganjurkan agar setiap sekolah dan seluruh lembaga pendidikan memiliki school culture , dimana setiap sekolah memilih pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Lebih lanjut Wamendiknas pun berpesan, agar para pemimpin dan pendidik lembaga pendidikan tersebut dapat mampu memberikan suri teladan mengenai karakter tersebut.

Wamendiknas juga mengatakan bahwa hendaknya pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai sarana-prasaran, pendidikan karakter ini tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan.
Prihal pengembangannya sendiri, Wamendiknas melihat bahwa kearifan lokal dan pendidikan di pesantern dapat dijadikan bahan rujukan mengenai pengembangan pendidikan karakter, mengingat ruang lingkup pendidikan karakter sendiri ssangatlah luas.
Sehari sebelum acara yang digelar di UPI ini ( 31/05), di Ruang Rapat Komisi X, DPR-RI, diadakan Rapat Kerja yang membahas pendidikan karakter. Hadir dirapat tersebut selain 25 anggota fraksi, adalah Menkokesra, Mendiknas, Menag, Menbudpar, Menpora, Wamendiknas, Perwakilan

Kementerian Dalam Negeri, serta para pejabat eselon 1 kementerian terkait.
Dalam Rapat Kerja tersebut dibahas mengenai kesiapan masing-masing kementerian mengenai pendidikan karakter tersebut. Menkokesra sebagai koordinator perumus pendidikan karakter ini menyebutkan bahwa setiap kementerian yang terikat memiliki program-program berencana mengenai pendidikan karakter yang nantinya diajukan sebagai bahan untuk mengagas lahirnya Keppres mengenai pendidikan karakter. Menkokesra pun menyebutkan bahwa nantinya pendidikan karakter ini akan dijadikan aksi bersama dalam pelaksanaannya.
Para anggota fraksi pun melihat pendidikan karakter ini sangat penting dalam membentuk akhlak dan paradigma masyarakat Indonesia. Semoga pendidikan karakter ini tidak hanya menjadi proses pencarian watak bangsa saja, melainkan sebagai corong utama titik balik kesuksesan peradaban bangsa.

 http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1540:pendidikan-karakter-sebagai-pondasi-kesuksesan-peradaban-bangsa&catid=143:berita-harian

Senin, 23 September 2013

WELCOME HOME

Selamat datang di website baru dari kami SD Muhammadiyah Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan.